Social Icons

Pages

Rabu, 04 Juli 2012

Buruknya Pelayanan Medis Rumah Sakit Atau Dokter di Indonesia


witterland, 28 Jun 12

Pelayanan Rumah Sakit dan Dokter di Indonesia termasuk paling buruk sedunia. Buruk dlm artian rendahnya kualitas media dan moral. Para dokter dan RS di Indonesia belum memandang pasien sbg"manusia" melainkan hanya sbg objek medis yg bisa diperlakukan sesuka hati.

      Kita mulai dari pelayanan Rumah Sakit. Meski sdh ada UU No.44/2009, mayoritas Rumah sakit belum melaksanakan UU tsb secara utuh. Hampir semua RS di Indonesia bersifat komersial dan bisnis oriented, cari untung yg sebesar2nya dgn memanfaatkan kelemahan pasien. Sesuai UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit, pasien dan/atau keluarganya berhak atas semua informasi terkait dgn penyakit si pasien. Pasien/keluarga pasien berhak tahu tentang rencana tindakan medis yg akan dilakukan oleh RS/dokter, estimasi biayanya & persetujuan pasien/keluarga. Jika pasien/keluarga pasien tdk diberitahu tentang rencana tindakan medis, estimasi biaya & tdk ada persetujuan, maka Rumah Sakit/Dokter dpt dituntut. Atau setidak2nya, keluarga pasien/pasien tdk wajib membayar biaya perobatan selama dirawat di Rumah sakit tsb.

Modus operandi kecurangan Rumah Sakit utamanya dilakukan melalui pembebanan biaya rumah sakit yg sangat berlebihan alias tdk wajar. Pembebanan biaya RS yg tdk wajar itu lebih menjadi2 jika terkait dgn perawatan pasien di ruang ICU/Gawat Darurat. RS sering "merampok". Dalam perawatan ICU, RS cenderung memanfaatkan posisi pasien/keluarga pasien yg sangat lemah dan terjepit sehingga RS bebas berbuat sesuka hati. Rata2 ruang ICU di jakarta kenakan tarif 1 juta/hari. Diluar biaya dokter, obat dan alat kesehatan. Sehingga bisa saja per hari kena 5-10 jt.

Keluarga pasien yg diruang ICU biasanya diminta tanda tangan persetujuan agar RS/dokter boleh lakukan tindakan medis apapun tanpa pertagungjawaban. Artinya RS/Dokter dibebaskan dari tangungjawab jika terjadi sesuatu hal yg buruk terhadap pasien. Perjanjian ini tentu saja melanggar UU dan kriminal.

      Kita fokus pada pelayanan RS/Dokter terlebih dahulu. Pasien RS di Indonesia tdk mendapatkan pelayanan standar sebagaimana mestinya. Berbeda dgn di ICU/UGD di Luar Negeri. ICU/UGD di Indonesia umumnya dijaga oleh dokter2 muda non spesialis yg miskin pengalaman.
  • Di Luar Negeri, ruang ICU/ICCU selalu ditugaskan Dokter2 Spesialis terbaik yg memang sangat dibutuhkan pasien ICU.
  • Di Indonesia, Dokter2 Spesialis/Senior merasa jatuh harga dirinya jika ditugaskan di Ruang ICU. Mereka hanya sesekali datang jenguk pasien.
Dokter2 di Indonesia baik di ICU ataupun Ruang Rawat Inap hampir semuanya hanya bersedia datang sebentar, 5-10 menit utk periksa pasien. Bahkan terhadap pasien yg membutuhkan beberapa Dokter Spesialis pun, RS hampir tdk pernah memberi pelayanan standar dgn kumpulkan Dokter2 secara bersamaan. Dokter2 itu jadwalnya tdk sama dan tdk pernah concern/serius membahas penyakit dan rencana tindakan media secara langsung bersama2. Para Dokter itu menilai waktu mereka adalah "emas". Cukup 5-10 menit lihat pasien dan selanjutnya serahkan pada Dokter Muda/Perawat. Berbeda halnya jika kita berobat di RS Luar Negeri. Begitu indikasi penyakit diinformasikan, Tim Dokter tersedia utk bahas rencana tindakan.
  • Dokter2 di Indonesia yg meskipun sdh dibatasi maks praktek di 3 RS, tetap saja sangat sulit dijumpai keluarga pasien utk peroleh informasi.
  • Para Dokter di Indonesia merasa sangat "rugi" jika mereka luangkan waktu utk berkomunikasi dan bahas kondisi pasien secara lengkap dan detail.
  • Dokter2 Indonesia juga sangat jarang infokan tentang rencana tindakan medisnya, alasan2nya, impilikasi2nya apalagi biayanya kepada keluarga pasien.

Nah, jika satu Dokter hanya boleh bekerja di 3 RS, harusnya waktu Dokter yg tersedia utk pasien cukup banyak. Tp Faktanya, Dokter2 kayak "hantu". Tidak aneh jika banyak keluarga pasien utamanya yg dirawat di ruang ICU, tak pernah bertemu Dokter yg merawat meski sdh satu minggu di ruang ICU. Dokter2 di Indonesia umumnya pelit bicara. Malas berbagi informasi. Seolah2 semua info itu hanya utk mereka saja. Keluargra pasien diabaikan. Dokter2 di Indonesia juga "tidak senang" jika ada keluarga pasien yg Kritis dan peduli dgn hak2nya melalui banyak bertanya kepada Dokter.

      Pengalaman saya pribadi dan teman2 saya cukup banyak terkait dgn pelayanan Dokter2 Indonesia yg sangat tdk Profesional dan tdk beradab. Bahkan banyak sebenarnya tindakan Medis Dokter yg keliru yg sebabkan pasien bukannya sembuh setelah dirumah sakit, tp malah makin sakit. Sebagian besar pasien yg semakin sakit ketika dibawa ke RS adalah karena penanganan medis yg salah atau disengaja salah oleh dokter. Dokter2 sering salah kasih obat kepada pasien yg berakibat pasien semakin sakit dan bahkan sering fatal alias menemui kematian di rumah sakit.

Seorang senior saya misalnya. Dia membawa istrinya yg menderita sesak bernafas ke RS Gleanegles. Disuruh rawat inap di RS tersebut. Keesokannya, istri senior saya bukannya makin sembuh tapi malah makin sakit dan dioper ke UGD/ICU. Setelah di ICU keadaan makin parah. Senior itu mulai curiga ada yg tak beres terkait pelayanan medis di ICU RS Gleaneagles itu. Pertanyaan2nya dijawab sekedarnya oleh dokter2. Akhirnya dia putuskan utk pindahkan istrinya ke RS Elisabeth Singapore. Itu pun setelah berdebat sengit dulu dgn pihak RS Gleneagles. Sesampai di RS Elizabeth Spore, pasien disambut 5 Dokter Spesialis Senior. Mereka diskusikan intensif mengenai kondisi pasien tsb. Ternyata ditemukan bhw kondisi pasien bisa menjadi semakin parah selama di RS gleneagles karna salah tindakan medis dari Dokter2 disana. Pemberian Oksigen yg berlebihan dan tdk tepat pada pasien menyebabkan darah pasien terkontaminasi CO2 sampai pada tingkat 100%. Fatal !!

Dokter Spesialis Paru2 yg jadi pemimpin tim sgera lakukan tindakan bolongi tenggorokan pasien utk permudah pernapasan. Semua cairan dalam tubuh pasien yg sudah mengandung racun dikeluarkan dan diganti dgn yg sehat. 3 hari kemudian, pasien sdh bisa berjalan2 ! Namun, efek dari keracunan CO2 dlm darah itu tetap fatal. Organ2 vitalnya byk yg sudah rusak. Harus dipulihkan secara bertahap dan kontinu. Pada hari ke 5 pasien tsb sdh bisa pulang ke Jakarta meski secara berkala harus berobat utk sembuhkan Organ2 Vitalnya yg sdh kena dampaknya.

Nah, bandingkan dgn RS di Indonesia. Jarang sekali pasien yg dirawat di ruang ICU, 3 hari kemudian bisa sembuh. Sembuhnya lama atau mati.

Senior saya yg pejabat tinggi di Depkes beberapa hari yg lalu saya telp dan tanyakan tentang standar pelayanan medis di ICU. Komentarnya sgt miring. Katanya: RS di Indonesia umumnya manfaatkan Ruang ICU utk keruk sebesar2nya uang pasien. Semua Obat dan Alkes diberikan sgt berlebihan. Ruang ICU kesempatan bagi RS utk cetak tagihan sebesar2nya ditengah2 kondisi pasien dan keluarga yg "pasrah". Sudah kayak rampok aja. Bahkan lucunya, banyak RS yg tidak bolehkan keluarga pasien beli obat diluar dan tdk mau berikan resep obatnya. Alasannya: Peraturan RS ! Padahal Peraturan RS yg seperti itu Bertentangan Degan UU No. 24/2009 tadi. Tapi banyak keluarga pasien yg tidak tahu dan tak mengerti.

Contoh nyata adalah pada keluarga pasien yg beberapa hari ini saya kenal selama di RS. Sehari bapaknya dirawat di ICU, dia sdh habis 11 juta. Puluhan jenis obat, lab dan alkes diberikan pada pasien tsb. Uang jaminan 25 juta dinyatakan kurang dan harus ditambah 25 juta lagi. Mumet ! Kasihan melihatnya, saya lalu sarankan dia utk periksa semua obat yg akan diberikan RS pada pasien (bapaknya) dan sarankan dia beli diluar. Saran saya diikuti oleh teman tsb. Dia minta diberikan resep jika bapaknya akan diberi obat. Pihak RS tdk mau. Tidak setuju.
Alasan RS:
  • 1. Peraturan RS mengharuskan tebus obat di apotek RS.
  • 2. Teman saya itu sdh tandatangan persetujuan. Dia bingung.
Lalu, teman itu saya bantu. Saya minta dia ajak saya bertemu dgn petugas RS yg menolak tadi. Ketemu. Saya bicara sama Petugas RS ..."anda mau saya penjarakan atau saya tampar?" tanya saya kepada petugas RS. Dia kaget ketakutan. "panggil pimpinan kamu kemari skrg !" ujar saya. Pimpinannya datang menemui kami. Semula masih ngotot berlindung dibalik peraturan RS. Lalu saya bilang"peraturan RS tdk boleh langgar UU" Saya Ancam akan Gugat RS dan Lapor ke Kemenkes dan Polisi. Lalu dia dgn terpaksa setuju buatkan resep utk dibeli diluar RS.

Mau tau berapa bedanya? Obat dgn jumlah dan jenis yg sama yg sebelumnya harganya Rp. 5.9 juta di RS, ternyata hanya Rp. 3.1 juta di luar RS. Gila !

      Ada lagi pengalaman lain selama 10 hari saya di RS. Ada pasien yg dihsruskan HD (cuci darah) oleh Dokter RS tsb, dgn alasan kalium pasien tinggi. Kadar kalium pasien tercatat 6.7. Setelah di CVC hanya turun jadi 6.2. Masih diatas normal yg dibawah 5. Pasien diharuskan Cuci Darah. Utk Cucii Darah (HD) itu, keluarga pasien diminta tambah deposit 50 juta. RS bilang harus Cuci Darah jika tidak mau pasien meninggal. Keluarganya panik. Semula sudah setujui. Tapi saya sarankan utk second opinion ke Dokter lain. Mereka punya saudara Dokter yg sarankan pindah RS. Pihak RS tdk izinkan pasien pindah apalagi bantu cari RS lain. Keluarga pasien disuruh cari sendiri. Bahkan petugas RS ancam2 dan takut2i. Akhirnya keluarga pasien dapat Rumah Sakit lain & ngotot minta dipindahkan.

Akhirnya pasien disetujui. RS pindah dan diangkut ambulan RS itu. Biaya ambulance utk pindahkan pasien dikenakan 3 juta utk jarak tempuh yg ga sampai 10 KM itu. Hampir saja keluarga pasien itu ngamuk2. Stlh pindah ke RS lain, diperiksa dgn Dokter disana, diputuskan tdk perlu HD (cuci darah). Diberi obat saja. Besoknya Kalium turun jadi 4.7.

Ada contoh lain tentang Pelayanan Medis RS atau Dokter Indonesia yg Amburadul dan Comercial Oriented? Banyak ! 

      Istri teman saya yg baru saja keguguran, tiba2 mengeluh kesakitan hebat di pangkal pahanya. Dia dilarikan ke RS Islam Kebayoran. Sampai disana, prof. Dr yang memeriksa bilang ini gejala usus buntu & harus dioperasi. Minta deposit 10 juta. Operasi dilaksanakan secepatnya. Teman saya semula setuju utk operasi tsb. Kebetulan saat itu dia telp saya. Saya anjurkan utk Second Opinion. Dia setuju. Telp Dokter lain. Oleh Dokter lain, pasien diminta utk dibawa ke RS Fatmawati. Sampai disana diperiksa intensif. Kesimpulan: tidak ada gejala usus buntu !! Sakit pada pangkal paha dan perut tsb hanya disebabkan karena pasien terlalu banyak jalan ketika baru habis keguguran. Dikasih obat, sembuh.

Mau contoh yg lebih gila lagi?

      Teman saya tinggi badannya tdk normal. Dia khawatir dan bawa ke Dokter terkenal di kawasan Rawamangun Jaktim. Oleh sang Dokter terkenal itu disarankan utk disuntik 50 kali hormon pertumbuhan secara teratur. Dia awalnya setuju.  Tp kasihan dgn anaknya. Dia sakit bayangkan anaknya akan disuntik 50 kali dalam waktu lama. Dia batalkan. Kemudian dia bertemu dgn Dr. Pulungan. Dokter Pulungan ini adalah Presiden Asosiasi Dokter Ortopedi se Asia Pasific. Teman saya cerita tentang Advis Dokter yg sebelumnya. Dokter Pulungan itu kaget bukan kepalang. Ternyata Dokter yg sangat terkenal yg teman saya pernah datangi itu bukan Dokter Ortopedi. Penipu !! Dokter yg sangat terkenal dan banjir pasien itu adalah Dokter Andrologi atau Kesuburan jika saya tdk salah. Advisnya pun keliru besar.

Nah, itulah sekilas tentang Pelayanan Dokter2 dan RS di Indonesia Yang Tidak Beradab & Jadi Mafia Kesehatan di Indonesia. Korbannya bs siapa saja. Bahkan mantan dirut Asuransi PT. Bumiputera pernah anaknya jadi korban Mafia Kesehatan. Anaknya dirawat di RS dan diberi tindakan berlebihan. Darah anaknya setiap jam disedot dgn alasan utk pemeriksaan laboratorium yg sebagian besar sama sekali tdk ada kaitan dengan penyakit si anak. RS dgn sejuta alasan manfaatkan pasien utk pakai semua alkes yg ada di RS agar pasien nanti bayar biayanya. Utk percepat tutupi investasi.

Selain merampok uang pasien dgn tindakan medis yg sangat berlebihan, juga dengan cekokan obat2an yg juga berlebihan. Harganya jg selangit. Hasil dari Pelayanan RS/Dokter2 yg Biadab ini: pasien bukan semakin sembuh tapi semakin parah sakitnya bahkan mati. RS/Dokter tak peduli. Bagi RS/Dokter2 seperti ini pasien adalah objek. Bukan manusia, bukan orang. Diperlakukan lebih rendah daripada pasien binatang.

Mafia Kesehatan di Indonesia sudah berkuasa puluhan tahun. Kita baru 3 thn punya UU Rumah Sakit. Belum punya UU Profesi Medis lainnya. Selama pasien dan keluarga pasien tidak Kritis dan Cerdas, pasien dan keluarganya akan terus diperdaya dgn pelayanan jelek dan biaya mahal. Harga obat2an yg mahal, yg kandungan biaya "pemasaran dan lain2nya" mencapai 80% dari harga obat yg sesungguhnya, Harus DiakhiriDibasmi.

Praktek2 Mafia Kesehatan utamanya dlm pemberian tindakan medis yg tidak proper, berlebihan dan ngawur. Harus Dipidana. Dihukum penjara.

Bayangkan saja, Peringkat Kualitas Pelayanan Medis Indonesia itu Terburuk se Asia. Bahkan lebih buruk dibandingkan Bangladesh sekalipun !

Penutup, saya hanya sarankan, jika teman semua ketemu dgn Praktek Mafia Kesehatan ini :LAWAN !! Jgn inferior berhadapan dgn dokter2 dan RS2 !

Jika anda tidak sanggup atau tidak berani berhadapan dgn Mafia Kesehatan di RS,minta bantuan pengacara atau Aktivis YLKI Kesehatan. Sudah saatnya rakyat berperan aktif Berantas Mafia Kesehatan. Apalagi Pemerintah kita (Depkes) sekarang ini tdk berpihak pada rakyat. Jadi Antek Mafia.

Selama Regim SBY Berkuasa, jgn harapkan ada Reformasi Pelayanan Kesehatan di Indonesia. Utamanya di Rumah Sakit2. Depkes Sarang Korupsi.

      Para teman semua yg Dokter atau bukan Dokter tentu saja pasti ada yg tdk setuju dgn tulisan kritis saya ini. Silahkan beri perspektif yg berbeda. Supaya lebih akurat. Saya cerita kan pengalaman saya sendiri di ICU RS di Jakarta. Sudah 10 hari Ibu saya di ICU, baru 2 kali Dokter beri info. Fakta ini saya ketahui dari kakak saya yg jaga ibu di ICU. Saya langsung datangi Manajemen RS dan langsung marahi mereka. Saya minta mereka temui saya.

Di awal Ibu masuk ICU saya sudah buat surat ke RS:
  • 1. Semua Dokter harus beri informasi terbaru kepada keluarga.
  • 2. Semua tindakan harus persetujuan keluarga.
      Nyatanya dari 3 Dokter: Dr. Bonar, Dr. Garjito dan Dr. Fredi, hanya Dokter Bonar yg pernah satu kali temui keluarga saya. Saya marah besar. Saya minta ketiga Dokter itu utk temui saya sekarang juga (jam 12 siang tadi). Ternyata ketiganya tidak ada. Manajemen RS minta maaf. Saya tdk mau. Manajemen RS akhirnya atur waktu besok pagi ketiga Dokter itu akan temui saya. Saya mengalah dan bilang Oke. Tapi ternyata, abis magrib tadi, setelah saya tinggalkan RS, kakak saya telp dan bilang 2 dokter sdh ketemu dan jelaskan ke kakak saya. Saya bilang terima kasih. Tapi tetap saya besok minta ketiga Dokter itu harus temui saya utk pertanggungjawabkan ketidak profesionalan mereka.

Surat saya sebelumnya tegas: setiap selesai pemeriksaan Ibu saya, Dokter Harus Laporkan Progres Terakhir Hasil Pemeriksaannya. Tapi di abaikan. Kepada Manajemen RS, saya tegaskan: bahwa RS dan Dokter2 itu telah Langgar UU dan Kode Etik. Saya pertimbangkan Gugat Secara Hukum & Lapor ke IDI.

Sungguh tak habis fikir, pasien kritis seperti Ibu saya hanya ditunggui Dokter muda yg terima perintah via telpon !!! Itu pelecehan kemanusian. Meski pihak manajemen RS sdh minta2 maaf, saya tetap tuntut profesionalitas mereka agar kejadian seperti ini tdk terulang pada pasien2 yg lain.

Pihak RS harus mulai Hargai Nyawa Pasiennya dan Beri Pelayanan Serius. Bukan hanya visit 5-10 menit atau by phone. Ini bejat namanya. Dokter2 RS di Jakarta tdk boleh menyepelekan pasien2 nya. Siapa pun dia. Nyawa manusia jgn dipermainkan. Dianggap sepele. Itu pidana.

Berobat di Luar Negeri itu tdk mahal. Khusus RS Adventis Penang yg langganan keluarga kami. Ibu saya pernah opname 2 minggu ga sampai 30 juta. Bandingkan dgn RS Medistra Jakarta, 3 hari saja sdh kena hampir 40 juta !

Salam Kritis, wassalam..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar